Minggu, 30 Oktober 2011

karbohidrat di perairan

Karbondioksida Dalam Air

Meskipun presentase karbondioksida di atmosfir relative kecil, akan tetapi keberadaan karbondioksida di perairan relatif banyak, karena karbondioksida memiliki sifat kelarutan yang tinggi. CO2 yang terkandung dalam air berasal dari udara dan dari hasil dekomposisi zat organik. Permukaan air biasanya mengandung CO2 bebas kurang dari 10 mg/L, sedangkan pada dasar air konsentrasinya dapat lebih dari 10 mg/L.

Karbondioksida yang terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber, yaitu sebagai berikut:
1. Difusi dari atmosfer. Karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami difusi secara langsung ke dalam air.
2.Air hujan. Air hujan jatuh ke permukaan bumi seara teoritis memiliki kandungan karbondioksida sebesar 0,55-0,60 mg/L, berasal dari karbondioksida yang terdapat di atmosfir.
3. Air yang melewati tanah organic. Tanah organic yang mengalami dekomposisi mengandung relative banyak karbondioksida sebagai hasil proses dekomposisi. Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut ke dalam air.
4. Respirasi tumbuhan, hewan dan bakteri aerob maupun anaerob. Respirasi tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida. Dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob menghasilkan karbondioksida sebagai salah satu produk akhir. Demikian juga, dekomposisi anaerob karbohidrat pada bagian dasar perairan akan menghasilkan karbondioksida sebagai produk akhir.

Karbondioksida dari udara selalu bertukar dengan yang di air jika air dan udara bersentuhan. Pada air yang tenang pertukaran ini sedikit, proses yang terjadi adalah difusi. Jika air bergelombang maka pertukaran berubah lebih cepat. Gelombang dapat terjadi jika air di permukaan berpusar menuju ke bagian dasar danau, sambil membawa gas yang terlarut. Karbondioksida juga terdapat dalam air hujan. Hal ini terbawa waktu tetes air terjun dari udara. Setiap tetes mengandung 0,6 bpj CO2 yang biasanya bereaksi dengan air, seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi :

CO2 + H2O                             H2CO3            (6,18)

dan sebagian terurai menjadi ion-ion yang ditunjukkan pada persamaan reaksi :
H2CO3                        H+ + HCO3-                (6,19)

Hal ini dapat menyebabkan air hujan agak bersifat asam. Lebih lagi jika udara sudah tercemar dan mengandung asam lain yang lebih kuat dari pada asam karbonat. Menurut Tresna A. Sastrawijaya, kandungan CO2 dan H2CO3 dalam larutan dinamakan karbondioksida bebas. Sedangkan kandungan CO2 dan HCO3- dalam larutan dinamakan karbondioksida gabungan. Jika air hujan jatuh di tanah kemudian dalam rongga tanah bertemu lagi dengan karbondioksida, maka air hujan ini lebih asam lagi. Jika kemudian bersentuhan dengan batu kapur CaCO3 maka akan terjadi reaksi dan membentuk garam asam, menurut persamaan reaksi :
CaCO3 + H2CO3                            Ca( HCO3)2              (6,19)
Hal ini akan bertahan lama terjadi jika banyak CO2. Jika tidak ada lagi CO2 maka garam asam itu akan terjadi CaCO3 yang ditunjukkanan reaksi :
Ca( HCO3)2                          CaCO3 + H2O + CO2          (6,19)

Air tanah biasanya mengandung karbondioksida bebas kurang dari 10 bpj, air dengan 25 bpj karbondioksida sudah dapat membahayakan mahluk hidup. Karbondioksida dapat juga berbentuk sebagai hasil metabolisme. Pada fotosintesis banyak digunakan CO2 dan dikeluarkan O2. Hal ini akan mempengaruhi konsentrasi CO2 dalam air yang bergantung kepada kedalaman air itu.(Sastrawijaya, 2000)
Istilah “karbondioksida bebas” (free CO2) digunakan untuk menjelaskan CO2 yang terlarut dalam air, selain yang berada dalam bentuk terikat CO2 bebas menggambarkan keberadaan gas CO2 diperairan yang membentuk kesetimbangan dengan CO2 di atmosfir.(Effendi, 2003)

Karbondioksida di Laut

Laut mengandung sekitar 36.000 gigaton karbon, dimana sebagian besar dalam bentuk ion bikarbonat. Karbon anorganik, yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-karbon atau karbon-hidrogen, adalah penting dalam reaksinya di dalam air. Pertukaran karbon ini menjadi penting dalam mengontrol pH di laut dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk (sink) karbon. Karbon siap untuk saling dipertukarkan antara atmosfer dan lautan. Pada daerah upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, pada daerah downwelling karbon (CO2) berpindah dari atmosfer ke lautan. Pada saat CO2 memasuki lautan, asam karbonat terbentuk:
CO2 + H2O H2CO3
Reaksi ini memiliki sifat dua arah, mencapai sebuah kesetimbangan kimia. Reaksi lainnya yang penting dalam mengontrol nilai pH lautan adalah pelepasan ion hidrogen dan bikarbonat. Reaksi ini mengontrol perubahan yang besar pada pH:
H2CO3 H+ + HCO3
Daya larut CO2 dari udara ke dalam air sangat tergantung dari tekanan parsial CO2. di udara dan dalam air. Konsentrasi (aktivitas) CO2 atau gas-gas lainnya (substansi yang mudah menguap) di dalam zat cair dapat selalu digambarkan dalam pengertian unit konsentrasi atau dalam pengertian lain tekanan parsial dalam media cair (Partial Pressure Gas in Solution), hal ini bahwa tekanan CO2 di dalam fase gas akan berada dalam keadaan setimbang. CO2 dan CO2 P memiliki keterkaitan dalam Hukum Henry,yakni jika suatu sistem (cair) dalam keadaan setimbang dalam fase gas, maka tekanan parsial gas dalam media lain sebanding dengan tekanan parsial gas dalam fase gas.
Unsur pokok bahan anorganik yang terdapat di perairan dan atmosfer memiliki asal-usul yang sama. CO2 di atmosfer adalah asam yang dapat bereaksi dengan batu batuan yang mengandung basa. Selain itu juga disebutkan bahwa badan air juga kehilangan karbon terlarut karena masuk kedalam sedimen melalui proses presipitasi. Perombakan dan reaksi presipitasi ini diwakili oleh CaCO3 (s).
Laut memiliki kemampuan dalam menampung CO2 yang berasal dari atmosfer meskipun laut juga bukan merupakan sebuah wadah yang mampu melarutkan semua bahan yang masuk kedalamnya melainkan sebuah sistem berlapis (layered system). Ada beberapa macam model yang telah diusulkan bagi layered system ini dan ada sebuah model paling sederhana yang sesuai dengan sistem ini dimana atmosfer hanya memiliki kontak/hubungan langsung dengan lapisan permukaan laut di atas thermocline. Turn-over dari lautan lambat dan jika kesetimbangan antara atmosfer dan lapisan permukaan dicapai dengan cepat maka kesetimbangan total lautan akan terjadi berabad-abad.
Selain itu oleh Sumich (1992) mengemukakan, bahwa air laut biasanya memiliki kemampuan yang sangat besar untuk menyerap CO2 bergabung dengan air untuk menghasilkan asam lemah, asam karbonat (H2CO3). Khususnya asam karbonat memisahkan diri dari bentuk hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3-) atau 2 ion H+ dan 1 ion carbonat (CO32-) yang reaksinya sebagaimana dituliskan di atas. Asam karbonat, bikarbonat dan sistem karbonat di air laut berfungsi sebagai penyangga atau untuk membatasi perubahan pH air laut. Jika ion H+ berlebihan maka akan terjadi perubahan pH.

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Distribusi CO2 Dalam Air Laut

Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi CO2 dalam air laut telah lama dipelajari oleh para ahli. Salah satu studi yang dikembangkan dalam hal ini adalah program GEOSECS yang banyak menghasilkan beragam informasi tentang sistem CO2. Penelitian ini dilakukan didua samudera yakni Pasifik Utara ( 204, 31N, 150E) dan Atlantik Utara (115, 28N, 26W) untuk menunjukan keterkaitan kedalaman pada dua samudera tersebut (Riley, J.P and Skirrow, G., 1975; Vetter, 1974; Millero and Sohn 1992).
Adapun beberapa parameter yang mempengaruhi distribusi CO2 dalam air laut adalah sebagai berikut : 
a)    pH (Derajat Keasaman)
pH dalam permukaan air laut dalam keadaan setimbang dengan atmosfir adalah berkisar antara 8.2 0.1. Pada kolom air yang tertutup atau relatif kecil variasi pH menunjukan diurnal dan berada antara 8.2 – 8.9. Penurunan pH hingga minimum terjadi pada malam hari karena adanya proses respirasi oleh organisme yang menghasilkan CO2 dan meningkat pada siang hari ketika fotosintesis berlangsung, di mana CO2 dimanfaatkan hingga konsentrasinya menurun sebagaimana terlihat pada gambar 3.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pH minimum terjadi pada kedalaman 1000 m bersamaan juga dengan kondisi O2 yang juga minimum akan tetapi Tekanan Parsial CO2 meningkat. Peningkatan pH di laut dalam terjadi karena kelarutan (dissolution) dari CaCO3, di mana pH bisa mencapai 7.5 pada kedalaman 1000 m. Pada kedalaman yang lebih dalam pH bisa mencapai maksimum akibat adanya tekanan ionisasi asam karbonat . 

b) alkalinitas (AT)
Pada permukaan salinitas dapat mempengaruhi alkalinitas, hal ini terlihat dari
hasil penelitian program GEOSECS diperoleh bahwa alkalinitas di Samudera Atlantik
Utara lebih tinggi daripada Samudera Pasifik Utara, hal ini disebabkan oleh pengaruh
salinitas akibat adanya evaporasi yang tinggi di Atlantik, sehingga salinitasnya akan
meningkat.Sedangkan pada kedalaman laut yang lebih dalam alkalinitas akan sangat
dipengaruhi oleh kelarutan CaCO3. Alkalinitas Pasifik Utara pada kedalaman yang lebih
dalam lebih tinggi dibandingkan dengan alkalinitas di Atlantik Utara pada kedalaman
yang sama (Gambar 4). Hal ini dikarenakan samudera Pasifik sebelah utara memiliki
umur lebih tua sehingga mengakumulasi CO3 2- lebih banyak. 

c)    CO2 Total ( CO2)
Total karbon dioksida ( CO2) anorganik terlarut di permukaan laut ditunjukan pada gambar 5. Tidak seperti alkalinitas total CO2 di perairan equator menunjukan kenaikan yang besar, hal ini disebabkan oleh adanya equatorial upwelling (upwelling pada daerah equator). Hal ini juga dijelaskan oleh Broecker dan Peng (1952) bahwa level total CO2 dan CO2 P di permukaan air berhubungan dengan pertukaran antara CO2 di udara dan CO2 di perairan (Gambar 6). Pertukaran yang berlangsung lambat menyebabkan CO2 P di perairan lebih besar dibandingkan dengan angka di atmosfer yang terdapat di dekat equator dan rendah di perairan kutub.
Akibat efek penyangga air laut, hanya sejumlah kecil dari CO2 yang butuh dipindahkan ke dalam perairan untuk mengembalikan kondisi kesetimbangan antara udara dan perairan laut. Sistem penyaggaan seperti ini disebut Revelle Factor (R) yakni rasio kenaikan fraksi di dalam tekanan parsial CO2 di atmosfer terhadap kenaikan fraksi total karbon dioksida di perairan.


*maaf lagi, dapusnya kgk tau dimana, gw cari ga ada, di temen mungkin, karna ni tugas kelompok. hehe

baca selengkapnya......

Sabtu, 15 Oktober 2011

enam tipe pantai di Indonesia

 1. Wave Erosion Coast

Pantai dengan tipologi Wave Erosion Coast merupakan pantai yang umumnya terbentuk akibat aktivitas erosi gelombang. Karakteristik fisik (abiotik) ditandai dengan bentuk morfologi pantai yang terjal (cliff), lereng berteras dan berbukit. Pantai dengan tipologi Wave Erosion Coast dapat dijumpai di Pura Uluwatu yang berbukit terjal 

2. Coast Built by Organism
Tipe pantai ini dibentuk oleh organisme laut, sehingga terlihat dataran pantai yang relatif luas, berwarna keputihan, dan diselang-seling oleh bongkahan organisme laut yang sudah membatu. Tanaman bakau relatif banyak ditemui. Tipe pantai ini dapat dijumpai di Tanjung Panto, wilayah Kecamatan Malingping, Propinsi Jawa Barat.

3. Volcanic Coast
Tipologi pantai Volcanic Coast merupakan pesisir yang terbentuk sebagai akibat proses volkanik. Tipe pantai seperti ini biasanyaplatform-nya landai dan memungkinkan tumbuhnya karang, sehingga lautnya cukup jernih seperti dijumpai di Pantai Pasir Putih, Situbondo. Air laut relatif tenang dengan ketersedian airtanah yang cukup baik dan tidak asin.

4. Marine Deposition Coast
Tipologi pantai Marine Deposition Coast adalah pantai atau pesisir yang dibentuk oleh proses deposisi material sedimen marin. Termasuk dalam kategori ini adalah pesisir berpenghalang (barrier coast), seperti barrier beaches, barrier island, barrier spits and bays, cuspate foreland, beach plains, coastal sand plainstanpa lagoon, dan rataan lumpur (mud flat) atau rawa garam (salt marsh).

5. Structurally Shaped Coast
Tipologi structurally shaped coast yaitu pesisir yang terbentuk akibat proses patahan, lipatan, atau intrusi batuan sedimen, seperti kubah garam atau kubah lumpur dangkal (salt domes atau mud lumps). Karakteristik fisik tipe pantai structurally shaped coast, ditandai dengan bentuk morfologi pantai yang tidak teratur dan terjal. Tipologi pantai ini dapat dijumpai di Probolinggo (Gunung Bentar)

6. Sub-aerial deposition Coast
Pantai dengan tipologi sub-aerial depositon coast, merupakan pantai yang umumnya terbentuk akibat akumulasi bahan-bahan sedimen sungai yang membentuk delta dengan rataan pasang surut (tidal flat).
Berdasarkan bentang alamnya tersebut serta pemahaman mengenai geomorfologi pantai menurut Villes & Spencer (1995, dengan modifikasi), maka lingkungan fisik wilayah Pantai Parangtritis dan sekitarnya, dapat diklasifikasikan menjadi 4 subbentang alam geologi pantai (coastal geological landscape) antara lain:
1 Tectonic cliffts coastal geological landscape
2 Coastal wateshed – floodplain geological landscape
3 Coastal – marine geological landscape
4 Coastal sanddune geological landscape


sumbernya gw lupa, maaf bgt... yang pasti ini ada di file2 tugas geomorfologi gw.

baca selengkapnya......