Tulang ikan masih di anggap sebagai barang tak berguna saat ini, hampir tak ada berita tentang manfaat dari tulang ikan. Namun demikian berbeda dengan Tulang rawan ikan hiu. Dalam kunjungan yang kami lakukan di TPI Demaan Kabupaten Jepara, kami menemui Bapak Wagiman, seorang nelayan yang sudah menekuni usaha pengolahan mentah sirip dan tulang rawan ikan hiu serta tenggorokan ikan mangun selama 10 tahun lebih. Dari keterangan yang kami dapatkan dari beliau, kami tertarik akan khasiat yang ada pada kesemua bagian ikan tersebut, yang menurut Pak Wagiman bagian-bagian ikan ini biasa ia kirim ke berbagai Negara, seperti Jepang, Korea, Cina dan Amerika.
Dari penelusuran kami mengenai kandungan dan khasiat dari tulang rawan ikan hiu, kami mendapatkan informasi bahwa di dalam tulang rawan hiu terkandung protein, kalsium, fosfor, karbohidrat, air, serat, lemak serta komponen alamiah lainnya sebagai nutrisi. Sebaliknya, pada tulang rawan tersebut tidak ditemukan unsur-unsur heavy metal, seperti unsur-unsur seperti seng, tembaga, merkury, nikel dan logam berat sejenisnya yang cenderung berbahaya bagi manusia.
Para ahli berkesimpulan, tulang rawan hiu tidak beracun dan tidak memiliki efek samping, sehingga aman dikonsumsi, setelah mengetahui kandungan zat tersebut dalam tulang rawan ikan hiu. Badan Pengatur Obat dan Makanan Amerika (FDA) sendiri, sejak 1993 sudah mengeluarkan izin khusus untuk pemakaian tulang rawan hiu sebagi penunjang pengobatan alternatif.
Berdasarkan penelitian secara klinis, tulang rawan hiu dinyatakan mampu menjaga pertumbuhan dan penyebaran sel tumor, membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri pada tulang, membantu menghindari penyakit rematik, memperkuat dan menjaga fungsi tulang, membantu menghilangkan rasa pegal dan encok, menjaga kesehatan dan fasilitas tubuh serta menghindari kelainan tulang belakang yang bengkok.
Penelitian tulang rawan ikan hiu pada penyakit sendi dan rematik dipelopori oleh ahli bedah tulang Dr John Pruden dari Harvard. Penelitian awal menunjukkan 25 pasien dari 28 pasien yang menderita rematik artristis berat disertai dengan gangguan fungsi pergerakan setelah disuntik tulang rawan selama 3-8 minggu menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal ini disebabkan tulang rawan hiu mengandung protein untuk menggantikan protein kolagen yang rusak pada persendian penyakit rematik.
Tulang rawan hiu sudah lama pula dikenal sebagai makanan sehat oleh masyarakat Cina yang dimakan dalam bentuk bubur yang mengakibatkan kesegaran tubuh dan aktivitas yang lebih. Dari keterangan Dr Lane Phd, seorang ahli nutrisi laut dari Cornell University Amerika Serikat yang mengembangkan dan mengadakan penelitian terhadap tulang rawan hiu, menyatakan bahwa penderita rematik atau kanker akan mendapatkan kemajuan klinis yang positif bila penderita rematik (gangguan pada sendi) atau kanker mengkonsumsi tulang rawan hiu.
Dari penelitian yang telah di lakukan tersebut, kemudian didapatkan hipotesa bahwa tulang rawan hiu sebagai anti inflamsi dan anti angio genesis yang merupakan faktor utama tulang rawan hiu dapatdi jadikan makanan untuk penyembuhan penyakit tulang dan kanker.
Penelitian dan uji klinis lain yang di lakukan Dr Karel Dourman HS Sp PD membuktikan bahwa tulang rawan ikan hiu mampu mencegah pertumbuhan dan penyebaran sel tumor, mampu menghancurkan sel kanker, selain membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri tulang. Manfaat lain tulang rawan ikan hiu untuk mencegah scoliosis atau kelainan tulang belakang yang bengkok,membantu menghindari penyakit rematik,memperkuat dan menjaga fungsi tulang, membantu menghilangkan rasa pegal, encok, menjaga kesehatan dan vitalitas tubuh. Beliau melanjutkan bahwa tulang rawan ikan hiu terbukti telah menyembuhkan ribuan pasien kanker di dunia seperti di kutip dari hasil penelitian ahli kanker dari Harvard University Medical School Dr J Folkman, MD. (http://www.etalasemuslim.com/product_info.php?products_id=908
Produk tulang rawan ikan hiu
Dari info yang kami dapat, saat ini pengelolaan tulang rawan ikan hiu sudah berskala besar, yang terpenting lagi dalam bidang farmasi atau obat-obatan. Hal ini di buktikan dengan telah adanya kapsul dari tulang rawan ikan hiu yang ada di pasaran dengan merk Shark Cartilage, dalam satu botol kapsul tulang rawan ikan hiu ini berjumlah 50 butir dan di hargai dengan Rp 100.000,00/botol.
populasi hiu menurut
di temukannya manfaat dari bagian tubuh ikan hiu sebagai obat, baik sirip maupun tulang rawannya. ternyata menjadi salah satu hal yang mengakibatkan penurunan populsi ikan hiu. sehingga dari sini kita perlu melalukab peraturan perburuan ikan hiu baik untuk tujuan riset maupun konsumsi, sehingga populasi hiu tetap terjaga dan tidak mengalami kepunahan.
tugas survei eksplorasi gw..
sedikit tentang laut, walaupun tak akan habis kajian, penelitian serta apa pun yang kita lakukan untuk tahu lautan itu seperti apa.
Selasa, 21 Desember 2010
manfaat tulang rawan hiu
Rabu, 15 Desember 2010
sonar untuk ekplorasi kelautan
Definisi Sonar
Sonar (Singkatan dari bahasa Inggris: sound navigation and ranging), yang berarti penjarakan dan navigasi suara, adalah sebuah teknik yang menggunakan penjalaran suara dalam air untuk navigasi atau mendeteksi kendaraan air lainnya. Atau Sonar di definisikan sebagai suatu metode yang memanfaatkan perambatan suara didalam air untuk mengetahui keberadaan obyek yang berada dibawah permukaan kawasan perairan. Sehingga sonar merupakan salah satu alat Hydro-acoustic yang merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument).
Sejarah Sonar
• Daniel Colloden yang pada tahun 1822 menggunakan lonceng bawah air untuk menghitung kecepatan suara di bawah air di Danau Geneva, Swiss.
• Lewis Nixon, yang pada tahun 1906 menemukan alat pendengar bertipe sonar pertama untuk mendeteksi puncak gunung es
• Paul Langevin yang pada tahun 1915 menemukan alat sonar pertama untuk mendeteksi kapal selam.
Jenis Sonar
1. Sonar aktif : mentransmisikan gelombang suara, dan menerima pantulannya (echo) kembali
2. Sonar pasif : hanya menerima sinyal gelombang suara (noise) yang ditransmisikan oleh suatu objek
Proses Kerja Sonar
Cara kerja perlengkapan sonar adalah dengan mengirim gelombang suara bawah permukaan dan kemudian menunggu untuk gelombang pantulan (echo). Data suara dipancar ulang ke operator melalui pengeras suara atau ditayangkan pada monitor. Dengan mengetahui kecepatan gelombang media yang diukur dan dengan menggunakan persamaan s = v ( ½ t), maka kita akan mendapatkan jarak yang diukur. Factor setengah di depan t, di atas menyatakan setengah waktu tempuh dari sonar ke tempat pemantulan dan kembali ke sonar. Dengan ungkapan lain, waktu yang diperlukan oleh gelombang untuk merambat dari sonar ke tempat pemantulan.
Kegunaan Sonar
a. Pengukuran Kedalaman Dasar Laut (Bathymetry)
Pengukuran kedalaman dasar laut dapat dilakukan dengan Conventional Depth Echo Sounder dimana kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan penerimaan pulsa suara. Dengan pertimbangan sistim Sonarpada saat ini, pengukuran kedalaman dasar laut (bathymetry) dapat dilaksanakan bersama-sama dengan pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping) dan pengidentifikasian jenis lapisan sedimen dibawah dasar laut.
b. Pengidentifikasian Jenis-jenis Lapisan Sedimen Dasar Laut (Subbottom Profilers)
Peralatan sonaryang mutahir dilengkapi dengan subbottom profilers dengan menggunakan prekuensi yang lebih rendah dan sinyal impulsif yang bertenaga tinggi yang digunakan untuk penetrasi kedalam lapisan sedimen dibawah dasar laut. Dengan adanya klasifikasi lapisan sedimen dasar laut dapat menunjang dalam menentukkan kandungan mineral dasar laut dalam. Dengan demikian teknologi akustik bawah air dapat menunjang esplorasi sumberdaya non hayati laut.
c. Pemetaan Dasar Laut (Sea bed Mapping)
Dengan teknologi sonardalam pemetaan dasar laut, dapat menghasilkan tampilan peta dasar laut dalam tiga dimensi. Dengan teknologi akustik bawah air yang canggih ini dan dikombinasikan dengan data dari subbottom profilers, akan diperoleh peta dasar laut yang lengkap dan rinci. Peta dasar laut yang lengkap dan rinci ini dapat digunakan untuk menunjang penginterpretasian struktur geologi bawah dasar laut dan kemudian dapat digunakan untuk mencari mineral bawah dasar laut.
d. Pencarian kapal-kapal karam didasar laut
Pencarian kapal-kapal karam dapat ditunjang dengan teknologi sonarbaik untuk untuk kapal yang sebagian terbenam di dasar laut ataupun untuk kapal yang keseluruhannya terbenam dibawah dasar laut. Dengan teknologi ini, lokasi kapal karam dapat ditentukan dengan tepat. Teknologi akustik bawah air ini dapat menunjang eksplorasi dan eksploitasi dalam bidang Arkeologi bawah air (Underwater archeology) dengan tujuan untuk mengangkat dan mengidentifikasikan kepermukaan laut benda-benda yang dianggap bersejarah.
e. Penentuan jalur pipa dan kabel dibawah dasar laut.
Dengan diperolehnya peta dasar laut secara tiga dimensi dan ditunjang dengan data subbottom profiler, jalur pipa dan kabel sebagai sarana utama atau penunjang dapat ditentrukan dengan optimal dengan mengacu kepada peta geologi dasar laut. Jalur pipa dan kabel tersebut harus melalui jalur yang secara geologi stabil, karena sarana-sarana tersebut sebagai penunjang dalam eksplorasi dan eksploitasi di Laut.
f. Analisa Dampak Lingkungan di Dasar Laut
Teknologi akustik bawah air Sonar ini dapat juga menunjang analisa dampak lingkungan di dasar laut. Sebagai contoh adalah setelah eksplorasi dan ekploitasi sumber daya hayati di dasar laut dapat dilakukan, Sonardapat digunakan untuk memonitor perubahan-perubahan yang terjadi disekitar daerah eksplorasi tersebut. Pemetaan dasar laut yang dilakukan setelah eksplorasi sumber daya non-hayati tersebut, dapat menunjang analisa dampak lingkungan yang telah terjadi yang akan terjadi ( Arnaya,1991).
Daftar Pustaka
Arnaya, I.N. 1991. “Dasar-dasar Akustik. Diktat Kuliah Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan . Institut Pertanian Bogor.
Kunarso, 2010, bahan kuliah akustik kelautan. Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang
CIRI CIRI ZOOXANTHELLAE
Zooxanthellae (Yunani : Alga hewan kuning cokat) adalah sebuah istilah yang merujuk pada sekelompok dinoflagellata yang berasal dari perubahan evolusi yang berbeda yang terjadi dalam simbiosis dengan invertebrata laut.
1. Dinoflagellata
Dinoflagellata adalah organisme aneh dan kelompok organisme yang menakjubkan: beberapa anggotanya 10 adalah autothrophik (memperoleh sumber energi dari cahaya matahari dan membentuk karbon organic melalui proses fotosintesis. Sementara yang lainnya adalah organism heterotrop yang mendapatkan sumber energi dari bahan organic melalui pemangsaan terhadap organisme lain (Anonimus, 2010 a; Barnes, 1987).
Diyakini bahwa seluruh zooxanthella memiliki spesies yang sama, Symbiodinium microadriaticum (Rowan dan Powers, 1991). Namun akhir-akhir ini zooxanthella berbagai macam coral telah ditemukan tidak kurang dari 10 taxa alga (Anonimus, 2010 b), sedangkan menurut Anonimus (2010 a) setidaknya 17 taxa alga. Dinoflagellata fotosintetik memiliki pigmen unik (diadinoxanthin, peridinin) dan enzim fotosintetik.
2. Single cell / unicellular
Zooxnthella tidak hanya di temukan dalam bentuk satu sel (singular) namun juga dalam bentuk banyak sel/lebih dari satu sel (prural) disebut juga zooxanthellae. Konsentrasi pada tubuh koral dari alga ber-sel tunggal ( Zooxanthellae ) ini bisa mencapai 30.000 per milimeter kubik.
3. Berwarna kuning kecoklatan
Zoozanthella merupakan alga cokllat yang mempunyai pigmen coklat dan kuning.
Zooxanthellae bertanggung jawab untuk warna yang unik dan indah banyak karang batu. Kadang-kadang ketika karang menjadi stres fisik, polip mengusir sel-sel alga dan koloni mengambil penampilan putih mencolok. Hal ini biasanya digambarkan sebagai "pemutihan karang" (Barnes, RSK dan Hughes, 1999; Lalli dan Parsons, 1995). Jika polip pergi terlalu lama tanpa zooxanthellae, pemutihan karang dapat mengakibatkan kematian karang.
4. Ukuran 8-14 mikron
Zooxantella juga merupakan hewan mikroskopis, ukurannya berkisar antara 8-14 mikron maka dari itu disebut mikroskopis dan jumlahnya dilautan sangat banyak dan melimpah jutaan hingga milyaran tak berhingga.
5. Simbiosis: Coccoid phase
Dinoflagellata yang hidup bebas dapat terjadi dalam fase Coccoid yang nonmotil dan tidak memiliki flagel atau sebagai dinomastigote yaitu fase dimana memiliki dua flagel dan memiliki sifat berenang. Sehingga pada fase ini zooxanthella melepaskan flagella, maka dia tidak motil dan aktif, aktifitas yang dilakukan hanya yang bersifat ditempat seperti bereproduksi.
6. Dialam: motile phase
Ketika berada dilaut lepas dikatakan fase motil, yaitu fase dimana terdapat flagella yang dapat dengan bebas digunakan untuk pergerakan diperairan.
7. Endosymbiotic
Dikatakan endosymbiotic karena proses simbiosis antara zooxanthella dan karang yang terbentuk tersebut terjadi di dalam lapisan tubuh karang yang terdalam yaitu dilapisan gastrodermis/endodermis.
8. Bersimbiosis dengan: protozoa, porifera, cnidaria, platyhelminthes dan moluska
Zooxanthellae bersimbiosis dengan hewan laut, seperti :
• Anemon
• Kima raksasa
• Gorgonia karang atau penggemar laut
• Soft karang
• Laut cambuk
• Nudibranch
• Ubur-ubur
Kima Tridacna, menyimpan zooxanthellae di kaos luarnya
Dalam asosiasi ini, karang mendapatkan sejumlah keuntungan berupa :
1. Hasil fotosintesis, seperti gula, asam amino, dan oksigen
2. Mempercepat proses kalsif ikasi yang menurut Johnston terjadi melalui skema:
— Fotosintesis akan menaikkan PH dan menyediakan ion karbonat lebih banyak
— Dengan pengambilan ion P untuk fotosintesis, berarti zooxanthellae telah menyingkirkan inhibitor kalsifikasi.
9. Diperoleh dari: Induk, melalui telur Alam (air sekitarnya)
Sebagai contoh Bytell menemukan bahwa untuk zooxanthellae dalam Acropora palmata suplai nitrogen anorganik, 70% didapat dari karang (lihat Tomascik et al. 1997). Anorganik itu merupakan sisa metabolisme karang dan hanya sebagian kecil anorganik diambil dari perairan.
Dari reproduksi secara seksual, karang akan mendapatkan zooxanthellae langsung dari induk atau secara tidak langsung dari lingkungan. Sementara dalam reproduksi aseksual, zooxanthellae akan langsung dipindahkan ke koloni baru atau ikut bersama potongan koloni karang yang lepas.
Setelah beberapa zooxanthellae memasuki tubuh hewan tempat mereka mereka dapat dengan cepat membangun populasi mereka dengan memisahkan dua. Hal ini berarti normal reproduksi
10. Sumber energi hewan inang
Ada pendapat para ahli yang mengatakan bahwa hasil fotosintesis zooxanthellae yang dimanfaatkan oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan proses respirasi karang tersebut (Muller-Parker & D’Elia 2001). Sebagian ahli lagi mengatakan sumber makanan karang 75-99% berasal dari zooxanthellae (Tucket & Tucket 2002). Zooxanthellae memasok karang dengan glukosa, gliserol, dan asam amino, yang merupakan produk fotosintesis.
Zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang. Jenis Zooxanthellae yang berbeda dapat menghadapi tingkat tekanan yang berbeda pula dan beberapa zooxanthellae telah menunjukkan dapat beradaptasi kepada beberapa jenis jenis karang tertentu. Biasanya mereka ditemukan dalam jumlahbesar dalam setiap polip, hidup bersimbiosis, memberikan : warna pada polip, energi dari fotosintesa dan 90% kebutuhan karbon polip.
11. Berperan dalam produktivitas perairan
Hubungan antara koral dan zooxanthellae adalah simbiosis mutualisme. Zooxanthellae menyediakan makanan untuk polip karang melalui proses memasak yang disebut fotosintesis, sedangkan polip karang menyediakan tempat tinggal yang aman dan terlindung untuk zooxanthellae.
Bagi zooxanthellae, karang adalah habitat yang baik karena merupakan pensuplai terbesar zat anorganik untuk fotosintesis.
Zooxanthella mempercepat pembentukan skeletal dalam bangunan terumbu karang melalui sebuah fenomena yang disebut “light enhanced calcification”. Zooxanthella memiliki peran ganda dalam menjelaskan keberhasilan terumbu karang pertama, melalui kontribusinya pada sumbangan energi bagi coral (coral’s energy budget) dan kedua, melalui percepatan laju kalsifikasi dan tentu saja laju pertumbuhannya dalam kompetisi dengan organisme bentik lain.
12. Reproduksinya membelah
Zooxanthellae dapat berada dalam karang dalam sel gastrodermal polip dan tentakel (Levinton, 1995), terjadi melalui beberapa mekanisme terkait dengan reproduksi karang. Setelah beberapa zooxanthellae memasuki tubuh hewan tempat mereka mereka dapat dengan cepat membangun populasi mereka dengan memisahkan (membelah) menjadi dua sel dan berkelanjutan hingga menjadi beberapa sel. Hal ini berarti menunjukkan reproduksi yang berlangsung normal. Berikut gambar proses pembelahan selnya :
Tulisan merupakan tugas koralogi kelompok 1 IK’08
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2010 a. http://www.columbia.edu/itc/ (Tanggal download : 7 Desember 2010)
Anonimus. 2010 b. An Introduction to Coral Reefs. http:// manta.uvi.edu/coralreefer/ (Tanggal download : 7 Desember 2010)
Barnes, R. 1987. Invertebrate Zoology; Fifth Edition. Orlando.
Barnes, R. and R. Hughes. 1999. An Introduction to Marine Ecology; Third Edition. Malden, MA: Blackwell Science Publication.
Lalli, C.M., and T. Parsons. 1995. Biological Oceanography: An Introduction. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd.
Levinton, J. S. 1995. Marine Biology: Function, Biodiversity, Ecology. New York: Oxford University Press.
Muller-Parker, G dan C.F. D’Elia. 1997. Interaction Between Corals and Their Symbiotic Algae. In. Life and Death of Coral Reefs. Charles Birkeland (Ed.). Chapman &Hall. New York. Hal..96-113.
Rowan, R. and D. A. Powers. 1991. A Molecular Genetic Classification of Zooxanthellae and the Evolution of Animal-Algal Symbioses. Science, Vol. 251:1348-1351.
Selasa, 16 November 2010
Rumput Laut Jadi Sumber Energi Alternatif
Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Soe’nan Poernomo, menegaskan, budi daya rumput laut secara besar-besaran terhitung tahun 2010, membuat pemerintah sangat optimistis target peningkatan produksi meningkat dari 2,6 juta ton tahun 2010 menjadi 10 juta ton pada tahun 2014.
Payung hukum budi daya rumput laut menjadi sumber energi adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang mengamanatkan pemerintah wajib menyediakan energi terbaru dan terbarukan sebagai bagian dari diversifikasi energi. Rumput laut dijadikan sumber energi dengan terlebih dahulu diproduksi menjadi bioetanol. Bioetanol (C2H5OH) merupakan cairan biokimia hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Proses pembuatan bioetanol dari rumput laut adalah persiapan bahan baku, yang berupa proses hidrolisis pati menjadi glukosa. Tahap kedua berupa proses fermentasi, mengubah glukosa menjadi etanol dan CO2. Sementara itu, tahap ketiga yaitu pemurnian hasil dengan cara distilasi (penyulingan).
Distilasi adalah metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan ingga menguap, lalu uap ini didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponennya akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.
4,5 Juta Hektare
Soe’nan Purnomo mengatakan, Indonesia memang sangat berpotensi menjadi produsen rumput laut terbesar di dunia. Asumsinya, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dan terluas di dunia dengan luas areal teluk yang bisa dimanfaatkan budi daya rumput laut seluas 4,5 juta hektare. Per hektare areal teluk mampu memproduksi rumput laut minimal 25 ton per tahun, dengan tenggat panen tiga kali per tahun. Sementara itu, kebutuhan industri kimia, energi, kosmetik, pangan, dan farmasi dunia akan rumput tanpa batas. Artinya, berapa pun produksi rumput laut Indonesia, pasti akan terserap di pasaran ekspor, asalkan diolah sesuai standar mutu.
Kebutuhan per tahun Industri hidrokolid RL dunia(turunan rumput laut) mencakup 9.000 ton agar-agar, 22.000 ton karaginan, dan 50.000 ton alginate, dengan kenaikan 7,5 persen per tahun. Butuh bahan baku 40.000 ton ,; 130.000-150.000 ton carragenophyte, dan 300.000 ton alginophyte.
Pemroduksi industri karaginan meliputi Amerika Serikat, Denmark, Prancis, Irlandia, Portugal, Filipina, dan Jepang. Produser industri alginate terutama Norwegia, China, serta produser utama industri agar-agar meliputi Jepang, Korea, dan Cile.
Menurut Soe’nan, budi daya rumput laut sangat sederhana dan sama sekali tidak membutuhkan pakan. Budi daya rumput laut cukup bermodalkan tali memanjang sebagai pengikat bibit, lalu tiga bulan kemudian dipanen. Untuk menghindari hama binatang penyu (chelonians), bibit rumput laut yang disemai cukup diberi jaring maupun kandang di dalam laut. Pemerintah berhasil menemukan rumput laut sebagai salah satu sumber bahan baku energi terbaru.
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mengakui, Indonesia belum memiliki pemanfaatan secara signifikan (energi terbarukan seperti pemanfaatan energi surya, angin, dan etanol. Padahal, sumber energi minyak bumi, gas, dan batu bara ketersediaannya semakin terbatas. Jika dihitung, ketersediaan energi yang ada, dengan rata-rata produksi saat ini, maka diperkirakan minyak bumi hanya mampu bertahan sekitar 24 tahun, gas hanya cukup bertahan sampai 59 tahun. Sementara itu, batu bara berkisar 93 tahun.
Penggunaan energi terbarukan yang belum optimal termasuk penggunaan geotermal maupun bioetanol disebabkan konsumsi energi saat ini masih didominasi energi minyak, gas, dan batu bara yang merupakan energi fosil yang sangat terbatas.
Penemuan sumber energi terbarukan seperti dari rumput laut dan minyak mentah kelapa sawit, diharapkan secara bertahap menghentikan ketergantungan pemerintah dan masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar fosil.n
Sumber Energi Arus : Alternatif Pengganti BBM, Ramah Lingkungan, dan Terbarukan
Selasa, 09 November 2010
KEBIJAKAN HUTAN MANGROVE DI INDONESIA
- Operasional Teknis
Sejak Tahun Anggaran 1994/1995 sampai dengan Tahun Dinas 2001, kegiatan operasional teknis yang dilaksanakan di lapangan oleh Balai/Sub Balai RLKT (sekarang bernama Balai Pengelolaan DAS) sebagai Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan adalah rehabilitasi hutan mangrove di luar kawasan hutan dan di dalam kawasan hutan seluas 22.699 Ha melalui bantuan bibit, pembuatan unit percontohan empang parit dan penanaman/rehab bakau, yang tersebar di 18 Propinsi. - Penyusunan Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove
- Inventarisasi kerusakan hutan mangrove (22 Propinsi)
- Penyusunan basis data pengelolaan hutan mangrove
- Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah Pantai Kabupaten
sumber http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/RLPS/mangrove.htm
Jumat, 05 November 2010
Teknik Transplantasi Karang Seharusnya Disesuaikan Dengan Tujuannya
1.Transplantasi karang untuk tujuan pemulihan terumbu karang yang telah rusak.
Disini, transplantasi karang dilakukan dengan memindahkan potongan karang hidup dari terumbu karang yang kondisinya masih baik ke lokasi terumbu karang telah rusak dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
Transplantasi untuk tujuan perdagangan karang hias, dilakukan dengan memindahkan potongan jenis-jenis karang hias yang diperdagangkan ke substrat buatan yang diletakkan di sekitar habitat terumbu karang alami, yang nantinya akan menjadi induk karang hias yang akan diperdagangkan, dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
Perluasan terumbu karang dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk membuat habitat terumbu karang baru, atau merubah habiat lain diluar habitat terumbu karang menjadi habitat terumbu karang. Di kawasan ekosistem terumbu karang sendiri, tidak semua dasar lautnya merupakan habitat terumbu karang. Bagian-bagian dasar laut yang bukan habitat terumbu karang itu, mungkin karena di tempat itu ombaknya terlalu besar, karena banyaknya endapan, karena arus yang terlalu kencang, karena kedalamannya yang melebihi batas kedalaman karang hidup, atau karena banyaknya kegiatan manusi..Maka trasplantasi karang untuk tujuan perluasan terumbu karang di ekosistem terumbu karang, perlu memperhatikan factor-faktor penyebab tidak adanya kehidupan karang di tempat tersebu, kemudian merencanakan suatu model substrat buatan yang dapat meniadakan pengaruh factor penyebab tersebut. Perluasan terumbu karang dapat dilakukan di rataan terumbu ( reef flat) yang pada waktu air surut rendah masih tergenang air setinggi 0.5 meter, di tempat-tempat yang berdekatan dengan desa pesisir untuk meningkatkan kepedulian akan status terumbu karang, meningkatkan rasa memiliki dan meningkatkan kesadaran untuk melindungi sumberdaya terumbu karang; dan di sekitar fasilitas wisata untuk meningkatkan daya tarik objek pariwisata. Sedangkan persyaratan teknik pengambilan bibit dan tempat pengambilan bibit sama dengan persyaratan pada bitir satu di atas.
4.Transplantasi karang untuk tujuan pariwisata.
Transplantasi karang untuk tujuan wisata, dibedakan dari transplantasi karang untuk tujuan perluasan terumbu karang, karena kawasan wisata tidak selalu merupakan kawasan ekosistem terumbu karang, tetapi biasanya mempunyai laut yang tenang dengan perairan jernih dan tidak membahayakan bagi wisatawan yang ingin mandi di laut. Tidak adanya terumbu karang di kawasan ini mungkin disebabkan oleh karena tidak adanya substrat dasar yang keras tempat menempel larva karang. Tujuan transplantasi karang disini adalah untuk membuat habitat terumbu karang yang kaya keaneka ragaman hayatinya. Atau membuat panorama yang indah didasar laut seperti halnya di ekosistem terumbu karang Untuk itu bibit karang yang akan dipindahkan di situ harus terdiri dari jenis-jenis karang yang beraneka ragam bentuk dan warnanya. Demikian pula substrat dasar buatan yang akan pakai harus menggambarkan bentuk dasar yang menarik dan tahan terhadap arus dan air laut. ( dibuat sepermanen mungkin).. Pemrakarsa transplantasi karang harus membuat peta lokasi trasplantasi karang menurut kelompok / jenis karang yang ditransplantasikan, beserta kedalamannya. ( Peta ini untuk menjelaskan karang jenis apa, dimana). Peta ini penting baik untuk wisatanya maupun untuk pemantauannya. Persyaratan tempat pengambilan bibit dan teknik pengambilan bibit sama dengan butir 1 diatas.
5.Transplantasi karang untuk tujuan meningkatkan kepedulian akan statusterumbu karang, meningkatkan rasa memiliki dan kesiapan untuk melindungi sumber daya terumbu karang.
Disini,transplantasi karang harus dilakukan oleh masyarakat nelayan yang sudah menyadari dampak negatif yang dideritanya akibat rusaknya terumbu karang di sekitarnya. Untuk dapat melaksanakan transplantasi sebaik -baiknya, mereka harus memperoleh latihan tentang teknik transplantasi karang secara lengkap, dengan pen- jelasan mengapa teknik tersebut harus dilakukan. ( termasuk cara penentuan lokasi pembibitan, cara pengambilan bibit dari induknya, cara pengangkutan bibit, cara penempelan bibit pada substratnya dan selanjutnya cara pemeliharaannya ). Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan status terumbu karang, secara bertahap transplantasi karang perlu terus dilakukan sampai semua terumbu karang yang telah rusak itu pulih kembali.Dengan menjaga keutuhan hasil transplantasi karang itu, masyarakat nelayan akan dapat merasakan hasilnya. Karena dengan pulihnya kondisi terumbu karang, hewan laut termasuk ikannya juga akan bertambah banyak. Dengan melaksanakan semua kegiatan seperti tersebut diatas dan mendapatkan hasil yang diperolehnya dari kegiatan tersebut, akan meningkatkan kepedulian nelayan untuk melindungi sumber daya terumbu karangnya.
6.Transplantasi karang untuk tujuan pengelolaan perikanan.
Untuk meningkatkan produksi perikanan, transplantasi karang dapat dilakukan di lokasi yang miskin ikan, dengan harapan adanya transplantasi karang tersebut dapat mendatangkan banyak ikan, dapat merubah habitat yang bukan habitat terumbu karang menjadi habitat terumbu karang. Untuk itu diperlukan substrat dasar yang tahan lama, tidak tererosi air laut, dan dapat ditempeli larva karang. Konstruksi substrat dasar tersebut harus dibuat sedemikian rupa sehingga tersedia rongga-rongga yang dapat digunakan untuk berlindung ikan-ikan besar. Dengan konstruksi substrat dasar sperti itu, pertumbuhan karang hasil transplantasi akan menjadi lebih cepat karena hasil perkembang biakan karang secara generatif dapat langsung menempel pada substrat dasar tadi, diikuti penempelan biota laut lainnya. Transplantasi karang seperti ini dapat menjadi atraksi untuk wisatawan atau untuk daerah perikanan baru bagi masyarakat nelayan. Persyaratan tempat pengambilan bibit dan teknik pengambilan bibit tetap sama seperti pada butir1.
7.Terumbu karang buatan.
Istilah terumbu karang buatan yang sekarang ini berkembang di Indonesia , adalah murni "Fish Aggregation Device" (FAD), yaitu suatu cara yang digunakan untuk merubah suatu perairan yang sepi ikan menjadi perairan yang banyak ikan. Disini tidak dipersoalkan apakah konstruksi yang dibuat itu dapat ditumbuhi karang atau tidak. Yang penting dengan konstruksi yang diletakkan di dasar laut dapat menyebabkan berkumpulnya ikan di sekitar konstruksi tersebut. Terumbu karang buatan untuk meningkatkan produksi perikanan, banyak terbuat dari ban mobil bekas yang disusun demikian rupa sehingga dapat menjadi pelindung ikan-ikan yang biasa berlalu lalang di perairan tersebut. Terumbu karang buatan seperti itu, sudah jelas tidak untuk menumbuhkan karang, karena larva karang rupanya tidak dapat menempel pada ban mobil. Terumbu karang buatan seperti ini seharunya tidak diletakkan di kawasan terumbu karang; pertama karena di kawasan terumbu karang biasanya sudah kaya akan ikan, kedua karena dikhawatirkan bahan konstruksi terumbu karang buatan itu dapat mencemari ekosistem terumbu karang. Dimasukkannya terumbu karang buatan didalam pengelolaan ekosistem terumbu karang, adalah sebagai salah satu upaya meniadakan/ mengurangi penangkapan ikan di terumbu karang. Maka terumbu karang buatan dibangun di sekitar terumbu karang, sehingga nelayan tidak lagi menangkap ikan di terumbu karang, tetapi berpindah di terumbu karang buatan. Terumbu karang buatan itu dapat diletakkan di tengah-tengah jarak antara tempat tinggal nelayan dan terumbu karang, pada kedalaman tidak lebih dari 15 meter supaya mudah dipantau, sekaligus dapat berfungsi sebagai penghalang kapal pukat harimau yang sering menimbulkan konflik dengan nelayan tradisional.
8.Transplantasi karang untuk tujuan penelitian.
Transplantasi untuk tujuan penelitian, biasanya dilakukan oleh peneliti terumbu karang atau oleh mahasiswa dibawah bimbingan seorang peneliti senior yang sudah mempunyai pemahaman secara mendalam mengenai bagaimana melaksanakan transplantasi tanpa merusak lingkungan ekosistem terumbu karang, apapun tujuannya. Dibedakan dari persyaratan yang harus dilakukan oleh pelaksana keenam transplantasi diatas, transplantasi untuk tujuan penenitian ini diberbolehkan mengambil bibit di sekitar lokasi penelitian,, dengan teknik pemotongan cabang di tempat, tanpa memindahkan induknya. Karena transplantasi untuk tujuan penelitian biasanya tidak memerlukan banyak specimen, dan dengan biaya dan waktu sangat terbatas.
Kriteria penilaian keberhasilan transplantasi karang.
Secara umum transplantasi karang dapat dikatakan berhasil apabila transplantasi tersebut dapat mencapai tujuannya, dan tidak merusak habitat terumbu karang dan ekosistemnya. Maka criteria penilaian keberhasilan adalah sebagai berikut:
1.Prosedur transplantasi harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak MA.
2.Tidak merusak kondisi terumbu karang tempat pengambilan bibit (dapat dipantau),
3.Dapat mencapai tujuannya
4.Dapat dilaksanakan oleh masyarakat nelayan.
Senin, 01 November 2010
Reproduksi Karang
Pusat Penelitian Pesisir dan Laut (P3L), Universitas Mataram,
Email: ibachtiar@gmail.com
Babcock, R. (1988) Fine-scale spatial and temporal patterns in coral recruitment. Proc. 6th Int. Coral Reef Symp. 2::635-639.
Babcock, R. and Davies, P. (1991). Effects of sedimentation on settlement of Acropora millepora. Coral Reefs 9:205 208.
Babcock, R.C., Harrison, P.L., Oliver, J.K., Wallace, C.C. and Willis, B.L. (1986). Synchronous spawnings of 105 scleractinian coral species on the Great Barrier Reef. Mar. Biol. 90:379-394.
Bachtiar, I. (1994). The Effect of Temperature, Photoperiod and Fragmentation on the Reproduction of Mass Spawning Corals. Thesis. James Cook University of North Queensland. pp.121.
Bachtiar, I. (2001). Reproduction of three scleractinian corals (acropora cytherea, A. nobilis and Hydnophora rigidai) in eastern Lombok Strait, Indonesia. Majalah Ilmu Kelautan (Journal of Indonesian Marine Sciences) 21:18-27.
Munasik. 2002. Reproduksi karang di Indonesia: suatu kajian. Prosiding Konferensi Nasional III 2002 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia 21-24 Mei 2002. In press.
Munasik and Azhari, A. 2002. Masa reproduksi dan struktur gonad karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jepara. Prosiding Konferensi Nasional III 2002 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia 21-24 Mei 2002. In press.