Selasa, 16 November 2010

Rumput Laut Jadi Sumber Energi Alternatif

OLEH: AJU


Pontianak – Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menyerahkan bantuan secara simbolis Rp 5,8 mi­liar kepada petani pembudi daya rumput laut (gracilaria sp) saat mendampingi kunjungan kerja Wakil Presiden Boediono di Ambon, Provinsi Maluku, 5–6 November 2010 lalu.

Penyerahan bantuan merupakan tindak lanjut ditemukannya teknologi rumput laut sebagai salah satu sumber energi terbarukan, selain kelapa sawit (elaeis), tebu (Saccharum officanarum L), dan jarak pagar (Jatropha curcas L). Pemerintah Indonesia dan Korean Institute of Technology (Khech) bekerja sama membuat model pemanfaatan rumput laut sebagai bahan bakar di Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Bangka Belitung.
Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi Kementerian Ke­lautan dan Perikanan, Soe’nan Poernomo, menegaskan, budi daya rumput laut secara besar-besaran terhitung tahun 2010, membuat pemerintah sangat optimistis target peningkatan produksi meningkat dari 2,6 juta ton tahun 2010 menjadi 10 juta ton pada tahun 2014.
Payung hukum budi daya rumput laut menjadi sumber energi adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang mengamanatkan pemerintah wajib menyediakan energi terbaru dan terbarukan sebagai bagian dari diversifikasi energi. Rumput laut dijadikan sumber energi de­ngan terlebih dahulu diproduksi menjadi bioetanol. Bioetanol (C2H5OH) merupakan cairan biokimia hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Proses pembuatan bioetanol dari rumput laut adalah persiapan bahan baku, yang berupa proses hidrolisis pati menjadi glukosa. Tahap kedua berupa proses fermentasi, mengubah glukosa menjadi etanol dan CO2. Sementara itu, tahap ketiga yaitu pemurnian hasil dengan cara distilasi (penyulingan).
Distilasi adalah metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan ingga menguap, lalu uap ini didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponennya akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.

4,5 Juta Hektare
Soe’nan Purnomo me­ngatakan, Indonesia memang sangat berpotensi menjadi produsen rumput laut terbesar di dunia. Asumsinya, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dan terluas di dunia dengan luas areal teluk yang bisa dimanfaatkan budi daya rumput laut seluas 4,5 juta hektare. Per hektare areal teluk mampu memproduksi rumput laut minimal 25 ton per tahun, dengan tenggat panen tiga kali per tahun. Sementara itu, kebutuhan industri kimia, energi, kosmetik, pangan, dan farmasi dunia akan rumput tanpa batas. Artinya, berapa pun produksi rumput laut Indonesia, pasti akan terserap di pasaran ekspor, asalkan diolah sesuai standar mutu.
Kebutuhan per tahun Industri hidrokolid RL dunia(turunan rumput laut) mencakup 9.000 ton agar-agar, 22.000 ton karaginan, dan 50.000 ton alginate, dengan kenaikan 7,5 persen per tahun. Butuh bahan baku 40.000 ton ,; 130.000-150.000 ton carragenophyte, dan 300.000 ton alginophyte.
Pemroduksi industri karaginan meliputi Amerika Serikat, Denmark, Prancis, Irlandia, Portugal, Filipina, dan Jepang. Produser industri alginate terutama Norwegia, China, serta produser utama industri agar-agar meliputi Jepang, Korea, dan Cile.
Menurut Soe’nan, budi daya rumput laut sangat sederhana dan sama sekali tidak membutuhkan pakan. Budi daya rumput laut cukup bermodal­kan tali memanjang sebagai pengikat bibit, lalu tiga bulan kemudian dipanen. Untuk menghindari hama binatang penyu (chelonians), bibit rumput laut yang disemai cukup diberi jaring maupun kandang di dalam laut. Peme­rintah berhasil menemukan rumput laut sebagai salah satu sumber bahan baku energi terbaru.
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mengakui, Indonesia belum memiliki pemanfaatan secara signifikan (energi terbarukan seperti pemanfaatan energi surya, angin, dan etanol. Padahal, sumber energi minyak bumi, gas, dan batu bara ketersediaannya semakin terbatas. Jika dihitung, ketersedia­an energi yang ada, dengan rata-rata produksi saat ini, maka diperkirakan minyak bumi hanya mampu bertahan sekitar 24 tahun, gas hanya cukup bertahan sampai 59 tahun. Sementara itu, batu bara berkisar 93 tahun.
Penggunaan energi terbarukan yang belum optimal termasuk penggunaan geotermal maupun bioetanol disebabkan konsumsi energi saat ini masih didominasi energi minyak, gas, dan batu bara yang merupakan energi fosil yang sangat terbatas.
Penemuan sumber energi terbarukan seperti dari rumput laut dan minyak mentah kelapa sawit, diharapkan secara bertahap menghentikan ketergantungan pemerintah dan masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar fosil.n

Sumber. sinarharapan.co.id kamis 11 november 2010

baca selengkapnya......

Sumber Energi Arus : Alternatif Pengganti BBM, Ramah Lingkungan, dan Terbarukan

Erwandi (Laboratorium Hidrodinamika Indonesia, BPP Teknologi)

Saat ini sebagian besar energi yang digunakan rakyat Indonesia berasal dari bahan bakar fosil, yaitu bahan bakar minyak, gas, dan batu bara.
Kerugian penggunaan bahan bakar fosil ini selain merusak lingkungan, juga tidak terbarukan (nonrenewable) dan tidak berkelanjutan (unsustainable). Bahan bakar fosil semakin habis dan sebentar lagi Indonesia akan menjadi pengimpor BBM.

Beban kerugian yang disangga bangsa Indonesia semakin berkali lipat dengan naiknya harga BBM di pasaran dunia sampai lebih dari 60 dollar AS per barrel. Untuk mengatasi kerugian akibat kenaikan harga BBM tersebut, pemerintah telah melakukan langkah-langkah penghematan dengan cara mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005.
 
Kebijaksanaan
Untuk mendukung kebijaksanaan pemerintah, perlu dilakukan langkah-langkah pencarian sumber-sumber energi alternatif yang ramah lingkungan serta terbarukan. Berdasarkan tempatnya, ada dua sumber energi alternatif, yakni sumber energi alternatif yang berasal dari daratan dan sumber energi yang berasal dari laut. Untuk Jawa yang padat penduduknya, pembangunan fasilitas pembangkit listrik dengan energi alternatif yang berasal dari daratan kemungkinan akan mengalami kendala peruntukan lahan.
Sebagai negara kepulauan yang besar, laut Indonesia menyediakan sumber energi alternatif yang melimpah. Sumber energi itu meliputi sumber energi yang terbarukan dan tak terbarukan. Selain minyak bumi di lepas pantai dan laut dalam, sumber energi yang tak terbarukan yang berasal dari laut dalam di wilayah Indonesia adalah methane hydrate. Methane hydrate adalah senyawa padat campuran antara gas methan dan air yang terbentuk di laut dalam akibat adanya tekanan hidrostatik yang besar dan suhu yang relatif rendah dan konstan di kedalaman lebih dari 1.000 meter.
Sumber energi yang terbarukan dari laut adalah energi gelombang, energi yang timbul akibat perbedaan suhu antara permukaan air dan dasar laut (ocean thermal energy conversion/OTEC), energi yang disebabkan oleh perbedaan tinggi permukaan air akibat pasang surut dan energi arus laut. Dari keempat energi ini hanya energi gelombang yang tidak dapat diprediksi kapasitasnya dengan tepat karena keberadaan energi gelombang sangat bergantung pada cuaca. Sedangkan OTEC, energi perbedaan tinggi pasang surut serta energi arus laut dapat diprediksi kapasitasnya dengan tepat di atas kertas.
 
Wilayah Indonesia
Untuk wilayah Indonesia, energi yang punya prospek bagus adalah energi arus laut. Hal ini dikarenakan Indonesia mempunyai banyak pulau dan selat sehingga arus laut akibat interaksi Bumi-Bulan-Matahari mengalami percepatan saat melewati selat-selat tersebut. Selain itu, Indonesia adalah tempat pertemuan arus laut yang diakibatkan oleh konstanta pasang surut M2 yang dominan di Samudra Hindia dengan periode sekitar 12 jam dan konstanta pasang surut K1 yang dominan di Samudra Pasifik dengan periode lebih kurang 24 jam. M2 adalah konstanta pasang surut akibat gerak Bulan mengelilingi Bumi, sedangkan K1 adalah konstanta pasang surut yang diakibatkan oleh kecondongan orbit Bulan saat mengelilingi Bumi.
Interaksi Bumi-Bulan diperkirakan menghasilkan daya energi arus pasang surut setiap harinya sebesar 3.17 TW, lebih besar sedikit dari kapasitas pembangkit listrik yang terpasang di seluruh dunia pada tahun 1995 sebesar 2.92 TW (Kantha & Clayson, 2000). Namun, untuk wilayah Indonesia potensi daya energi arus laut tersebut belum dapat diprediksi kapasitasnya.

Keuntungan penggunaan energi arus laut adalah selain ramah lingkungan, energi ini juga mempunyai intensitas energi kinetik yang besar dibandingkan dengan energi terbarukan yang lain. Hal ini disebabkan densitas air laut 830 kali lipat densitas udara sehingga dengan kapasitas yang sama, turbin arus laut akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan turbin angin. Keuntungan lainnya adalah tidak perlu perancangan struktur yang kekuatannya berlebihan seperti turbin angin yang dirancang dengan memperhitungkan adanya angin topan karena kondisi fisik pada kedalaman tertentu cenderung tenang dan dapat diperkirakan.
Kekurangan dari energi arus laut adalah output-nya mengikuti grafik sinusoidal sesuai dengan respons pasang surut akibat gerakan interaksi Bumi-Bulan-Matahari. Pada saat pasang purnama, kecepatan arus akan deras sekali, saat pasang perbani, kecepatan arus akan berkurang kira-kira setengah dari pasang purnama. Kekurangan lainnya adalah biaya instalasi dan pemeliharaannya yang cukup besar. Kendati begitu bila turbin arus laut dirancang dengan kondisi pasang perbani, yakni saat di mana kecepatan arus paling kecil, dan dirancang untuk bekerja secara terus-menerus tanpa reparasi selama lima tahun, maka kekurangan ini dapat diminimalkan dan keuntungan ekonomisnya sangat besar. Hal yang terakhir ini merupakan tantangan teknis tersendiri untuk para insinyur dalam desain sistem turbin, sistem roda gigi, dan sistem generator yang dapat bekerja secara terus-menerus selama lebih kurang lima tahun.
Dari penelitian PL Fraenkel (J Power and Energy Vol 216 A, 2002) lokasi yang ideal untuk instalasi pembangkit listrik tenaga arus mempunyai kecepatan arus dua arah (bidirectional) minimum 2 meter per detik. Yang ideal adalah 2.5 m/s atau lebih. Kalau satu arah (sungai/arus geostropik) minimum 1.2-1.5 m/s. Kedalaman tidak kurang dari 15 meter dan tidak lebih dari 40 atau 50 meter. Relatif dekat dengan pantai agar energi dapat disalurkan dengan biaya rendah. Cukup luas sehingga dapat dipasang lebih dari satu turbin dan bukan daerah pelayaran atau penangkapan ikan.
 
Simulasi numerik
Simulasi numerik potensi daya listrik di beberapa daerah di Indonesia telah dilakukan oleh Laboratorium Hidrodinamika Indonesia BPP Teknologi. Gambar di bawah ini merupakan contoh hasil simulasi potensi daya listrik di selat Bali dan Lombok dengan menggunakan program MEC-Model buatan Research Committee of Marine Environment, The Society of Naval Architects of Japan. Dengan asumsi efisiensi turbin sebesar 0,593 dan menggunakan kecepatan arus rata-rata selama satu periode pasang surut (residual current) untuk tidal constant M2, potensi daya listrik di beberapa tempat di selat Bali pada kedalaman 12 meter, kondisi pasang perbani, dapat mencapai 300 kW bila menggunakan daun turbin dengan diameter 10 meter. Untuk selat Badung dan selat Lombok bagian selatan potensi energinya berkisar 80-90 kW.
Hasil numerik tersebut dapat digunakan sebagai dasar pemilihan lokasi untuk instalasi turbin arus. Hasil ini masih bersifat global dan kasar. Untuk mengetahui karakteristik kecepatan arus secara lebih detail di tempat-tempat terpilih, perlu diadakan survei lapangan atau simulasi numerik detail dengan menggunakan program khusus Full-3D yang juga disediakan oleh MEC-Model program.
Ada dua jenis rotor (daun turbin) untuk konversi energi kinetik, yang pertama adalah jenis rotor yang mirip dengan kincir angin. Tipe ini sering disebut juga dengan turbin dengan poros horizontal. Yang kedua adalah cross-flow rotor atau rotor Darrieus. Ini adalah tipe turbin dengan poros vertikal karena porosnya tegak lurus dengan arah arus. Menurut PL Fraenkel, rotor Darrieus mempunyai beberapa kekurangan, rotor tidak dapat langsung berputar, kalau sudah berputar sulit dihentikan bila ada keadaan darurat, dan butuh ongkos tambah untuk konstruksinya. Untuk mempertinggi efisiensi, kedua tipe rotor ini biasanya ditambahi dengan nozzle, duct, atau venturi untuk mempercepat aliran arus yang masuk ke piringan daun rotor.
Dewasa ini penelitian tentang teknologi konversi arus laut menjadi energi listrik sedang berlangsung sangat gencar. Inggris sudah memasang prototipe skala penuh dengan kapasitas 300 MW di Foreland Point, North Devon, pada Mei 2003. Norwegia juga telah melakukan instalasi di Kvalsundet Hammerfest dengan kapasitas 700 MW. Jepang, dengan menggunakan program MEC-Model, melakukan studi kelayakan pemasangan turbin di Selat Kanmon antara Pulau Honshu dan Kyushu. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia seharusnya mulai meneliti secara intensif potensi energi arus laut ini dan memanfaatkannya untuk menghadapi bencana krisis energi karena masalah kenaikan harga dan langkanya BBM.
Sumber : Kompas (29 Agustus 2005)

baca selengkapnya......